1. Latar
belakang
Peningkatan
jumlah penduduk ,peningkatan pendapatan serta kesadaran akan gizi telah
mendorong terhadap kegiatan perekonomian dalam rangka penyediaan berbagai jenis bahan pangan. Diantara bahan pangan tadi, makanan yang banyak digemari
oleh masyarakat Indonesia ialah tahu karena selain harganya terjangkau dan
mengandung protein yang tinggi. Oleh
karena itu pangsa pasar tahu sangat luas sehingga banyak pengrajin yang terjun untuk menekuni usaha ini. Usaha pembuatan tahu menghasilkan hasil
sampingan yang berupa ampas tahu yang cukup banyak. Ampas tahu masih mengandung gizi cukup tinggi dan baik untuk makanan
ternak sapi. Dalam rangka memanfaatkan ampas tahu tadi, banyak pengrajin tahu
juga melakukan diversifikasi usahanya dengan
kegiatan beternak sapi perah , karena kebutuhan masyarakat yang
meningkat baik terhadap produk
susu maupun olahannya (es yohurt) . Salah satu tempat yang melakukan kegiatan
terpadu antara pengusahaan tahu dan ternak sapi perah berada di kelurahan
Nagrog Indihiang kecamatan Indihiang kota Tasikmalaya.
Walaupun
ternak sapi perah dapat memanfatkan limbah tahu yang berupa ampas , akan tetapi di
sisi lain ternak sapi juga menghasilkan
kotoran sapi yang menjadi
salah satu sumber pencemaran lingkungan.
Upaya mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh kotoran tersebut telah
dilakukan tetapi sebatas untuk pembuatan
pupuk organic, padahal kotoran sapi ini dapat pula diolah menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih
tinggi yaitu gas bio/ biogas. Selain dari kotoran sapi, bahan baku untuk biogas
ini berasal dari berbagai macam seperti sampah, kotoran manusia, kotoran hewan
lainnya. Limbah-limbah organik (biomassa)
tadi dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses pencernaan oleh bakteri anaerob (tanpa oksigen). Gasbio yang dihasilkan
berupa campuran beberapa gas yang tergolong bahan bakar , yaitu gas metan (CH4) dan gas karbondioksida
(CO2). Produksi
gas metan dari biomassa bukan merupakan proses yang baru. Alexander Volta di abad 18 (1776) menemukan
gas metana dalam gas yang dihasilkan rawa/ payau. Hasil
identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun
1806. Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang
pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.
Kotoran sapi merupakan campuran antara feces, urin
dan sisa sisa pakan tersusun dari bahan-bahan organic yang strukturnya rumit dan berupa rantai yang
panjang. Di
dalam kotoran sapi secara alami terdapat bakteri yang akan menggunakan
energi yang terdapat pada bahan organic tadi. Rantai panjang bahan organic
perlu dipecah dulu menjadi rantai pendek agar energi yang ada dapat digunakan
oleh bakteri melalui serangkaian reaksi. Pemecahan rantai panjang menjadi
rantai pendek oleh enzim yang terdapat pada bakteri disebut reaksi pembusukan
(fermentasi) yang akan membentuk gas bio yaitu metana.
2. Pencemaran lingkungan oleh limbah
kotoran sapi.
Kotoran sapi sebagai limbah
pengusahaan peternakan dapat menjadi penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran lingkungan yang
akan menggangu kesehatan manusia.
Feces dan urine merupakan
komponen terbesar dari kotoran sapi ,masih
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan
jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai
pencemaran air (air permukaan dan air bawah tanah) oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total
sapi dengan berat badannya 5000 kg, selama satu hari kotorannya dapat mencemari
9.084 x 10 7 m3 air. Sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin
lebih kurang 25 kg per hari sehingga jumlah air yang mendapatkan pencemaran
dapat dihitung, apalagi kalau pembuangan kotoran tadi dilakukan langsung ke
sungai. Salah satu akibat pencemaran air
tersebut ialah meningkatnya kadar nitrogen sehingga menyebabkan penurunan
konsentrasi oksigen yang disebabkan oleh proses nitrifikasi. Pencemaran air juga terjadi karena proses dekomposisi
kotoran ternak akan meningkatkan BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen
Demand).
Selain
melalui air pencemaran juga terjadi
secara biologis . Kotoran yang basah
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan lalat. Pencemaran biologis lainnya ialah adanya
pathogen yang membahayakan manusia seperti adanya Salmonella sp penyebab disentri, dan penularan penyakit antraks.
Dalam
keadaan keringpun kotoran sapi dapat menimbulkan
pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu, dan bau yang ditimbulkannya.
Pengaruh
negative lainnya yaitu proses pencernaan
sapi akan menghasilkan gas metan yang cukup tinggi yang merupakan salah satu
gas yang menyebabkan pemanasan global dan perusakan ozon.
3. Potensi Kotoran Sapi sebagai penghasil Gas
Bio
Substrat yang dianggap
paling cocok sebagai bahan dasar pembuatan gas bio yaitu kotoran sapi karena
substrat tersebut telah mengandung bakteri di dalam system pencernaannya yang
berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat
tinggi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa
tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20 % lignin,
34.72% total karbon organik, 1.26 total nitrogen, 27.56 CN ratio 6:1 0.73% P, dan 0.68% K.
Hewan – hewan ini tidak dapat memproses rumput yang mereka makan, bila tidak
ada bakteri anaerobik yang memecah selulosa dan kandungan lainnya didalam
rumput menjadi molekul yang dapat diserap oleh perut mereka. Sisa pencernaan
oleh bakteri anaerobic di dalam perut sapi ini adalah gas metana
yang dikeluarkan oleh sapi melalui mulut.
Bakteri
yang terbawa oleh kotoran sapi apabila digunakan untuk produksi gas bio dalam
tangki penghasil gas (pencena) akan mempercepat terbentuknya gas bio. Komposisi gas bio terdiri
dari : metana antara 50 – 80%, 20 – 50% karbondioksida dan sedikit
gas lain seperti karbon monooksida, hidrogen, nitrogen, oksigen,hidrogen sulfide. Kualitas
gas bio yang baik adalah gas bio yang kadar metananya tinggi (diatas 70%).
Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai
kalor) pada gas bio. Gasbio memiliki nilai kalor
yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan
murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3.
Pada umumnya peternak sapi
di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi yang tersebar
tidak berkelompok ,melakukan pembuangan limbahnya dengan begitu saja ke
lingkungan. Umumnya
setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah
padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses.
Hasil biogas dari rata 3 –
5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari
. Volume gas bio 1
m3 setara
dengan elpiji 0,46 kg, minyak tanah 0,62 liter, minyak solar 0,52 liter kayu
bakar 3,5 kg.
.
3. Mekanisme pembentukan gas bio.
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi
anaerob, yang meliputi tiga tahap yaitu tahap Hidrolisis, tahap Asidifikasi dan
tahap pembentukan gas metan (metanogenik).
Pembentukan gas bio dapat dilihat pada gambar 1. di bawah ini.
Gambar 1. Pembentukan Gas Bio
1. Tahap
I (Hidrolisis).
Tahap ini dikenal pula sebagai tahap pemecahan
polimer oleh enzim yang berasal dari bakteri. Pada tahap hidrolisis terjadi
pelarutan bahan-bahan organic dan pencernaan bahan organic komplek menjadi
sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer dengan
bantuan air (hidro). Contohnya ialah :
·
Celulosa
yang terdiri dari polimer gula dipecah
menjadi gugus gula oleh selulase,
·
amilosa oleh amylase menjadi gula
(monosakarida),
·
protein
oleh protease menjadi peptide dan asam
amino
· lemak oleh lipase menjadi asam lemak.
2. Tahap
pengasaman.
·
Pada tahap ini, bakeri mengubah
senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2).
Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam.
Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon
yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada
kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentuk gas metana oleh
mikroorganisme pada proses selanjutnya.
·
Selain itu bakteri tersebut
juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi asam organic (Asam
propionate, asam butirat), alkohol, asam amino, karbondioksida, H2S,
dan sedikit gas.
3.
Tahap Pembentukan Gas Metana
Pada
tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan
berat
molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai
contoh
bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan
asam asetat untuk membentuk
metana
dan CO2. Bakteri penghasil
asam dan gas metana bekerjasama secara
simbiosis.
Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk
bakteri
penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana
menggunakan
asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses
simbiotik
tersebut, akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganismepenghasil asam.
Reaksi-reaksi kimia yang berlangsung pada saat
pembentukan gas
Bakteri yang membantu dalam proses-prosses ini
ialah : Bakteri yang membantu dalam proses Streptococcus bovis, . Butyrivibrio fibrisolvens, Bacteroides
succinogenes, , Methanobrevibacter ruminantium, Methanobacterium
formicicum , Methanobacillus, ethanomicrobium
mobile, Methanococcus,
Methanobacterium, dan Methanosarcina
4. Penutup
Dari
uraian diatas jelaslah bahwa kotoran sapi sangat berpotensi untuk pembuatan gas
bio karena ketersediannya cukup sebagai limbah dari usaha peternakan , juga
sudah mengandung bakteri – bakteri yang dapat mempercepat terbentuknya gas bio
apabila diproses dalam tangki pencerna (bio digester). Pembuatan gas bio yang berasal dari kotoran
sapi sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta
mengurangi gas metan sebagai salah satu gas penyebab pemanasan global. Serangkaian tahapan reaksi harus dilalui agar
kotoran sapi menghasilkan gas bio yaitu
tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap pembentukan gas metan. Reaksi-reaksi tersebut hanya akan terjadi
oleh bantuan bakteri-bakteri anaerobic yang mengasilkan enzim.
Daftar Pustaka:
http://www.energysavers.gov/your_workplace/farms_ranches/index.cfm/mytopic=30003, How
Anaerobic Digestion (Methane Recovery) Works [dikunjungi 16 April 2010].
http://crat.sci.waikato/farm/content/microbiology.html#,
cowsgut,[dikunjungi 16 April 2010].
http://crat.africa-web.org/Biogas/BIOGAS%20CHEMISTRY.htm ,Biogas Chemistry
[dikunjungi 16 April 2010].
Kharistya amar, 2004, Rancang Bangun dan Uji Kinerja
Biodigester Plastik Polyethilene Skala Kecil, Skripsi, Program Studi Teknik
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran ,Bandung Adobe Acrobat Document